Lestarikan Budaya, Warga Babatan Tunjungsekar Gelar Selamatan Desa

Pemerhati Budaya dari Desa Dinoyo Kota Malang, Nurul Setyowati, SE saat memberikan sambutan pada acara bersih Dukuh Babatan, Desa Tunjungsekar, Lowokwaru kota setempat. Foto: Iwa

MALANG, SUARADATA.com-Warga Jalan Ikan Gurami RT 05 dan 06 RW 6 Pedukuhan Babatan Desa Tunjungsekar, Lowokwaru Kota Malang menggelar bersih desa berupa selamatan yang sudah sekian ratus tahun di sumber air (Punden) setempat, Minggu (30/8/202/).

“Bersih Desa itu dalam rangka memperingati bulan Muharram (Suro) 1442 Hijriyah. Sebanyak 150 warga dari RT 05 dan 06 mengarak nasi tumpeng, dibawa ke Punden pedukuhan tersebut,” terang Darsono, panitia acara bersih desa.

Pemerhati Budaya Kota Malang, Nurul Setyowati, SE mengatakan, selamatan desa ini bagian dari uri-uri pelestarian kebudayaan. Tujuannya, menghormati peninggalan sesepuh desa yang sudah babat alas atau membuka desa sini.

“Disisi lain, memberikan dampak saling menghormati dan menghargai serta saling mengasihi. Termasuk, menguatkan dan meningkatkan nilai gotong royong di masyarakat, khusunya di Desa Tunjungsekar,” kata Nurul.

Diharapkan kepada pemuda desa bisa melanjutkan uri-uri budaya ini, namun tidak mengarah ke nilai mistis. Selain itu, masyarakat memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar warga sini diberikan keselamatan dan keberkahan dalam hidupnya.

“Selain memperingati bersih desa Tunjungsekar. Giat ini sekaligus mendoakan para pejuang dan pahlawan RI, bagian dari peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-75,” paparnya.

Ditambahkan pula, memohon kepada Yang Kuasa agar warga Malang Raya segera dikeluarkan dari wabah covid-19. Kendati demikian, warga diharapkan mematuhi plus disiplin jalani protokol kesehatan.

“Semoga terhindar serta turut memberantas covid-19,” bebernya.

Ditempat sama, tokoh Budaya Kota Malang asli Warga Tunjungsekar, Iwan Sunaryo memaparkan, Kota Malang bukan Kota yang baru lahir, akan tetapi sudah berada pada abad 56 silam yakni Desa Dinoyo.

“Artinya desa desa penyangga di Kota Malang adalah desa kuno. Dibuktikan adanya banyak prasasti melalui kultur dan struktural yang masih terjaga dan terlestarikan hingga saat ini,” pungkasnya.

Tak bisa dipungkiri, ritual jawa dan tradisi juga tetap terlestarikan dan tidak bersinggungan dengan ritual agama.

“Contoh nyata, budaya begitu kuat dan melekat di Kota Malang, setiap hari Kamis Pemkot mewajibkan ASN memakai pakaian adat budaya seperti kebaya atau udeng,” tutupnya.(Iw/And/Red) 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top