Lumbung Padi Solusi Ketahanan Pangan Desa Ditengah Pandemi Covid-19
TUBAN, SUARADATA.com-Ditengah wabah virus covid-19 seperti saat ini sebuah desa di Tuban patut dijadikan panutan dalam mengantisipasi ketiadaan pangan.
Pasalnya, warga desa tersebut menjunjung tinggi budaya kearifan lokal yang sudah digunakan sejak jaman kerajaan di Pulau Jawa. Yakni,menggunakan konsep lumbung padi atau lumbung pangan.
Keberadaan lumbung pangan ini sebagai persiapan bahan makanan jika wabah merebak berkepanjangan. Sehingga, dari situ warga tidak lagi bingung ketika kehabisan bahan makanan selama untuk mengantisipasi krisis pangan.
Warga Desa Ngimbang, Kecamatan Palang Kabupaten Tuban saat ini sedang memasuki masa panen padi. Namun, gabah-gabah atau padi yang sudah di keringkan ini tidak semuanya di makan atau dijual. Namun, oleh petani gabah-gabah atau padi itu disimpan di sebuah lumbung bernama Lumbung Kemakmuran yang berada di Dusun Sidorejo, Desa Ngimbang tersebut.
Ditengah pandemi yang berkepanjangan ini sangat dikhawatirkan akan mengancam ketahanan pangan. Sehingga, di lumbung padi yang berukuran tiga kali lima meter ini petani bisa menabung bahan makanan setelah selesai masa panen. Hal ini di lakukan sebagai antisipasi jika bahan makanan sudah mulai menipis.
Konsep tradisional menabung bahan makanan ini sudah ada sejak jaman kerajaan dahulu. Tetapi, saat ini semakin populer dan kembali digalakkan para petani. Terutama dalam masa pagebluk atau merebaknya wabah penyakit seperti yang dilakukan leluhur warga desa dahulu.
Salah satu warga Desa Ngimbang yang bernama Ibu Karsiyem (56) yang sehari-harinya berprofesi sebagai petani dan ibu rumah tangga ini aktif menabung di Lumbung Kemakmuran.
“Saya selalu bawa gabah atau padi untuk disimpan di lumbung. Kalau musim panen sudah habis bisa di ambil lagi untuk makan sekeluarga. Lumbung ini sangat membantu. Kadang saya tabung dua puluh lima kilogram, kadang lima puluh kilogram untuk tabungan bahan pangan sekeluarga,” jelas Karsiyem.
Konsep lumbung padi yang di prakarsai oleh Yahmani dan Suripno ini berbentuk kelompok bersinergi. Yakni, dengan melakukan investasi bagi setiap peserta, pada awal gabung. Kemudian, pada setiap anggota atau kepala keluarga/ kk harus menyetorkan beras sebanyak dua puluh kilogram.
Pembina Lumbung Kemakmuran, Yahmani mengatakan, saat mendirikan Lumbung Kemakmuran tujuh tahun lalu bukan berarti tidak ada kendala. Awalnya hanya dua puluh lima petani yang menyetorkan berasnya ke lumbung. Namun, beras tidak bisa bertahan lama maka saat ini yang disetor ke lumbung adalah gabah/padi.
Jika padi yang disimpan maka bisa bertahan lama hingga enam bulan lebih.
Seiring berjalannya waktu saat ini sedikitnya 167 petani atau kepala keluarga sudah merasakan manfaatnya dengan menjadi anggota kelompok lumbung kemakmuran tersebut.
“Lumbung Kemakmuran ini merupakan konsep kearifan lokal untuk menjaga ketahanan pangan desa agar terus terjamin untuk mencukupi kebutuhan pada saat kondisi darurat,” kata Yahmani saat dihubungi, Minggu (26/4/2020).
Kata dia, pada pandemi Covid-19 ini menyadarkan semua untuk saling menjaga, bergotong royong dan membangun kembali pondasi kebudayaan leluhur.
“Lumbung ini kita namakan Lumbung Kemakmuran, konsep ini berawal dari beberapa kepala keluarga untuk menyimpan bahan pangan musim corona ini sangat membantu sebab lumbung ini tidak pakai sistem sewa alias gratis,” pungkas Yahmani.(Sir/Gun/Red)