Hukum dan Politik

Dihadirkan di Persidangan, Dua Ahli Hukum Unair Sebut Kasus Ernawati Tak Penuhi Unsur Pidana

Nur Aziz SH, MH Kuasa Hukum terdakwa Ernawati sata foto bersama dengan dua ahli hukum pidana asal Unair Surabaya.

TUBAN, SUARADATA.com-Kasus Ernawati (39) warga Dusun Sarigede, Desa Latsari, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban saat ini masih bergulir di persidangan Pengadilan Negeri setempat.

Dalam persidangan itu, Ernawati didakwa atas dugaan kasus penipuan dan penggelapan dua unit mobil milik Suratmi dan Sugianto, pasangan suami istri asal Desa Besowo, Kecamatan Jatirogo. Sebelum dilaporkan penipuan dan penggelapan 1 unit mobil pajero serta 1 unit mobil Kijang Innova, awalnya kedua pasutri itu dilaporkan Ernawati ke Mapolres Tuban atas penipuan dengan dalih penggandaan uang.

Ernawati melaporkan pasutri lantaran mengaku sebagai dukun yang bisa menggandakan uang. Total kerugian yang dilaporkan ke Penyidik Satreskrim Polres Tuban sebesar Rp 4,2 Milyar.

Tetapi, laporan Ernawati tak diteruskan oleh Penyidik Satreskrim Polres Tuban. Sebaliknya, Ernawati dilaporkan ke polres oleh pasutri yang kesehariannya mengaku sebagai dukun.

Selama persidangan di PN Tuban, terdakwa Ernawati mendapatkan pembelaan dari kedua ahli hukum pidana asal Unair Surabaya. Keduanya, ialah Dr. Sholehuddin, SH, MH dan Dr. Bambang Suheryadi, SH., MH.

Menurut kedua ahli pidana itu menyampaikan, bahwa perbuatan terdakwa Ernawati tidak memenuhi unsur pidana penipuan dan penggelapan.

Menurut Penasehat Hukum terdakwa, Nur Aziz SH, baywa perkara yang didakwakan kepada Terdakwa Ernawati yang diduga melakukan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan tersebut tidak cukup bukti. Alasannya, objek barang bukti berupa 1 unit mobil pajero dan 1 unit mobil innova adalah harta bersama (gono-gini) antara Terdakwa dengan mantan suaminya. Hal itu didukung dengan putusan sidang perceraian saat di PA.

“Menurut kedua ahli pidana, inti delik (delicts berlstandekelen) dalam perkara penipuan dan atau penggelapan yang didakwakan kepada Terdakwa bagian inti delik tidak terbukti karena tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Terdakwa,” kata Aziz sapaan akrabnya, seusai sidang, pada Jum’at (29/11/2024).

Ia menambahkan, berdasarkan keterangan ahli pidana dari Unair, Dr. Sholehuddin, SH., MH dipersidangan menerangkan, adanya Putusan Pengadilan Agama Tuban yang menyatakan 2 (dua) objek kendaraan tersebut harta bersama antara Terdakwa dengan mantan suaminya. Sehingga, seharusnya Terdakwa tidak dapat dituntut secara pidana karena Terdakwa tidak melakukan perbuatan melawan hukum.

“Putusan pengadilan agama tersebut otentik, jika ada pihak yang merasa keberatan seharusnya melakukan gugatan perdata bukan melaporkan atau menuntut secara pidana,” sambungnya.

Sementara Ahli pidana dari Unair, Dr. Bambang Suheryadi, SH., MH menerangkan bukti BPKB bukti kepemilikan secara formil, akan tetapi harus dibuktikan secara materiil.

“Siapa yang membeli dan apa bukti pembeliannya, apalagi adanya Putusan Pengadilan Agama yang menyatakan objek barang tersebut adalah milik Terdakwa dan mantan suaminya sehingga Terdakwa tidak dapat dituntut secara pidana,” imbuhnya.

Menurut kedua ahli pidana yang dihadirkan oleh Terdakwa, berdasarkan Pasal 183 KUHAP Terdakwa tidak boleh dijatuhi pidana kecuali terdapat dua alat bukti yang sah dan hakim berkeyakinan benar-benar terjadi tindak pidana dan Terdakwa yang melakukan.

Berkaitan dengan keterangan saksi yang berubah dalam BAP dan berubah dalam persidangan. Ahli berpendapat dalam menilai kebenaran terangan seorang saksi yang berubah-berubah patut tidak dapat dipercaya. Sehingga, patut diduga saksi tersebut memberikan keterangan palsu dalam persidangan yg dapat merugikan Terdakwa sebagaimana yg diatur dalam Pasal 242 ayat (2) KUHP.

Kemudian, masih kata saksi ahli, alat bukti surat berupa kwitansi pembelian mobil yang dibuat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang tahun pembuatannya diajukan adalah bukti yang tidak valid dan reliable artinya tidak dapat dipercaya dan tidak dapat dipertanggung jawabkan sehingga patut diduga bukti tersebut palsu atau dipalsukan.

Berdasarkan keterangan kedua ahli pidana tersebut, Aziz selaku penasihat hukum Terdakwa, memang benar perbuatan Terdakwa terbukti, namun menurut hukum perbuatan tersebut bukan tindak pidana (onslag van rechtsvervolging).

“Maka Terdakwa harus diputus lepas dari segala tuntutan hukum sesuai ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP.(Sal/And/Red)

Suara Data Network

assalamualaikum

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button