Merasa Tanahnya Diserobot Pemkot, Warga Madyopuro Gugat ke PN

Kuasa Hukum warga, Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H foto : ist.

MALANG, SUARADATA.com-Raibnya buku Letter C mencakup riwayat tanah di desa diseputaran Kelurahan Madyopuro Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang mendapatkan respon dari pemiliknya.

Atas peristiwa tersebut Pemkot Malang diduga mensertifikatkan aset tanah milik warga seluas 3.260 meter persegi yang berada di dekat kantor BPN atau Velodrome Kota Malang.

Agung Mustofa (57) warga RW 1 Kelurahan Madypuro yang merasa memiliki aset tanah tersebut, melalui kuasa hukumnya Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H dari Kantor Deal Law Office mengajukan gugatan perdata kepada Pemkot dan Kelurahan Madypuro serta BPN di Pengadilan Negeri (PN) setempat.

Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H menjelaskan, surat gugatan perdata dilayangkan ke PN Kota Malang pada 22 Oktober 2020 lalu. Sedangkan, sidang perdana dijadwalkan pada 5 Nopember 2020 nanti.

“Gugatan itu terpaksa dilakukannya, sebab tidak ada titik temu antara penggugat dan tergugat. Dalam rangka adu data yang pernah diselenggarakannya di Balaikota, pada tanggal 11 September 2020 lalu,” jelas Khalid, Minggu (1/11/2020).

Hal utamanya gugatan itu adalah Pemkot telah mensertifikatkan obyek sengketa menjadi sertifikat hak pakai (SHP) no : 51 tertanggal ukur pada 30/12/2019 dengan nomor : 07464/Madyopuro/2019 seluas 1441 meter persegi, atas nama Pemkot Malang. Sedangkan, tanah sengketa seluas 3.260 tersebut telah dimiliki kliennya sejakĀ  1995 silam. Tanah itu diperoleh dari hak waris orang tuanya bernama H.M Maksum dan Hj. Chutobah.

“Lanjut, bapak ibunya mendapatkan peralihan dari ahli waris Dulmajit bernama Kahar dan Kaserin pada tahun 1981 silam,” terangnya.

Tanah sengketa itu sendiri sudah ada sejak masa penjajahan Jepang pada 1942 hingga 1945 waktu Dai Nippon. Setelah 1945 sudah dimiliki atau dikuasai oleh Dulmajit hingga ke ahli warisnya yakni Kahar dan Kaserin.

“Di saat klien kami ingin menguatkan status kepemilikannya. Sebanyak dua kali mencoba mengajukan pengurusan SHM ke BPN Kota Malang pada tahun 1996 dan tahun 2018 lalu,” imbuhnya.

Namun dalam pengajuannya sama pihak BPN tidak terlayani. Karena dikira pada 2016 batas maksimal pengajuan tanahnya sebesar 2.000 meter persegi. Sementara pada 2018 lalu alasan dari BPN tidak ada kuota.

“Lebih anehnya lagi dan sangat mencurigakan plus merugikan klien kami. Buku Letter C justru raib atau hilang dari kantor Kelurahan Madyopuro. Ada permainan apa dibalik semua ini……???,” ungkap Khalid Ali dengan kesal.

Terpisah, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Malang, Drs. H. Subhan menyampaikan, terkait gugatan yang dilayangkan oleh warga Madyopuro terhadap Pemkot menjadi ranahnya bagian Hukum Pemkot.

“Bukti-bukti pensertifikatan aset Pemkot tentunya sudah jelas dan sah,” ucap Subhan.

Bila ada warga mengklaim itu miliknya dan menggugat ke Pengadilan, maka bakal ikuti prosesnya. Terkait buku Letter C yang hilang atau raib di Kelurahan Madyopuro, semestinya tidak boleh sampai terjadi.

“Karena buku itu adalah dokumen penting menyangkut riwayat tanah di desa tersebut. Hal itu bisa menyulitkan banyak pihak, selanjutnya mohon maaf itu menjadi urusannya pihak kelurahan,” pungkasnya.(Afd/And/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top