Pemberlakuan Hukuman Mati untuk Kasus Korupsi Masih Sangat Prematur


72
Hadi Mulyo Utomo, SH, MH, Advokat Anggota Peradi Surabaya. Foto : istimewa.

SURABAYA-Wacana pemberlakuan hukuman mati untuk koruptor mejadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya dalam UU Tipikor yang ada hanya hukuman mati untuk korupsi bantuan bencana alam dan korupsi saat krisis ekonomi.

Presiden Joko Widodo memberi sinyal bisa saja hukuman mati diberlakukan untuk kasus korupsi besar selama ada dorongan yang besar dari masyarakat dan melalui proses legislasi di parlemen.

Namun praktisi hukum, Hadi Mulyo Utomo menolak wacana pemberlakuan hukuman mati untuk kasus korupsi. Alasannya, hal itu akan menumbuhkan potensi problematika modus korupsi baru bila penegak hukum belum bersih. Jadi wacana itu masih sangat prematur untuk ditindaklanjuti.

“Pasal hukuman mati bisa jadi instrumen pemerasan bagi tersangka atau terdakwa oleh oknum penegak hukum. Kecuali aparat penegak hukum sudah bisa dipastikan bersih,” tutur Hadi, Jumat (13/12/2019).

Lulusan terbaik dan cumlaude S2 Fakultas Hukum Unair ini mengungkapkan, sebaiknya pemerintah membenahi sistem pengawasan eksternal terhadap lembaga penegak hukum. Baik itu hakim, jaksa, polisi dan advokat.

Karena itu, Hadi berharap pemerintah tidak terburu-buru memberlakukan aturan hukuman mati untuk kasus korupsi, sampai instrumen penunjangnya siap. Hadi mencontohkan banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap oknum penegak hukum.

“Ibaratnya menyapu lantai kotor tidak bisa dilakukan dengan sapu yang kotor. Karena itu, harus dipastikan sapunya bersih dulu. Baru digunakan menyapu lantai,” urai Wakil Ketua PW Pencak Silat NU (PSNU) Pagar Nusa Jatim ini.

Penasehat hukum Khofifah Indar Parawansa ini mengutip pendapat hukum Lord Acton yang berbunyi powed tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Artinya,  kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup yang mutlak.

Karena itu kekuasaan penegak hukum harus dibatasi, caranya dengan memperketat pengawasan. Hadi juga mendorong Presiden menambah power terhadap lembaga pengawasan eksternal, seperti Kompolnas, Komjak, dan KY.

“Presiden sebaiknya menambah power terhadap Komjak, KY, maupun Kompolnas. Dengan begitu penegak hukum akan berpikir dua kali bila ingin melakukan penyelewengan kekuasaan,” tandas mantan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut.

Diketahui, wacana pemberlakuan hukuman mati berawal dari peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) di SMK Negeri 57 Jakarta. Saat itu seorang siswa bernama Harley bertanya kepada Presiden kenapa penegakan hukum di Indonesia tidak tegas terhadap kasus korupsi. Harley berharap koruptor bisa dihukum mati seperti yang diberlakukan di negara lain.(Dy/And/Red)

Bagikan ke Teman Anda:

Like it? Share with your friends!

72
Suara Data Network
assalamualaikum

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *