Kisah Pilu Pedagang Tempe Reaktif Rapid Test di Tuban yang Dinyatakan Negatif

TUBAN, SUARADATA.com-Meluasnya penyebaran virus korona membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro melakukan operasi pasar dan melakukan rapid test kepada seluruh pedagang pasar setempat pada (9/6/2020) lalu. Hasilnya, 82 pedagang dinyatakan reaktif positif covid-19.

Hal itu ternyata membuat pilu seorang pasien reaktif rapid test covid-19 di Kecamatan Rengel, Kabupaten yang kini dinyatakan negatif.

Salah satu dari 82 pasien yang dinyatakan reaktif adalah Nur Ali Hasan (45) yang bekerja sebagai seorang pedagang tempe di pasar Kota Bojonegoro.

Ia menyesalkan bocornya data lengkap pasien hasil rapid test serentak di pasar Bojonegoro yang dihadiri oleh Kapolres dan Bupati Bojonegoro tersebut.

“Selang beberapa jam setelah rapid test, Saya justru mengetahui dari rekan yang berada di Surabaya. Rekan menghubungi melalui telepon mengatakan saya terpapar virus korona,” terang Nur Ali ketika di temui di rumahnya, Kamis (4/6/2020).

Nur Ali Hasan menambahkan, setelah reaktif lalu diwajibkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) melaksanakan isolasi mandiri di rumah. Kemudian, disuruh mengunci pintu dari dalam selama 14 hari sambil menunggu hasil swab keluar. Namun, setelah menunggu beberapa hari hasil Swab keluar dan dinyatakan negatif.

Meski hasil swab negatif, namun oleh masyarakat maupun rekan-rekannya, Nur Ali Hasan tetap dicap sebagai orang yang terpapar korona. Bahkan, para pelanggannya pun menjauhinya, sehingga dagangannya menjadi tidak laku.

“Iya keluarga kami sempat dijauhi,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sumberejo, Kecamatan Rengel, Suhadi menerangkan, memang warganya seorang pedagang tempe di Pasar Bojonegoro sebelumnya reaktif rapid test. Namun, setelah diswab ternyata hasilnya negatif. Meski swab negatif ternyata mengalami kisah yang menyedihkan. Pasalnya, data hasil rapid test dari pihak Pemkab Bojonegoro begitu beredar luas.

“Saya merasa menyesal yang luar biasa atas miss manajemen informasi menyebarnya nama dan alamat pasien reaktif ke publik bahwa seakan-akan beliau positif terpapar Covid-19,” bebernya.

Selain itu, kata Suhadi, berdasarkan hasil pemeriksaan rapid test yang reaktif bukanlah keputusan final terpapar virus korona. Akan tetapi, data pasien telah menyebar ke publik sehingga berdampak di masyarakat.

“Karena data pasien telah bocor dan menyebar ke publik, sehingga pasien mengalami kesulitan secara sosial dan ekonomi. Khususnya untuk bekerja dan menafkahi keluarganya beliau sangat terdzolimi. Inilah Akibat dari informasi yang salah kaprah dari Dinkes Bojonegoro,” terang kades humanis tersebut.

Ia berpesan, kepada masyarakat agar hal tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semuanya. Diharapkan agar kejadian tersebut tidak terulang kembali, sehingga tidak ada korban berikutnya. Karena akibat dari adanya informasi itu sangat merugikan orang lain. Apalagi kondisi sosial masyarakat saat ini seperti ini.

“Disinformasi ini justru bisa membunuh pasien atau korban secara pelan-pelan jika tidak ada advokasi maupun edukasi dari pemerintah kepada masyarakat. Cukuplah kami pemerintah desa dan Pak Nur Ali yang menjadi korban dari kesalahan pemerintah. Semoga ini dapat menjadi pembelajaran bersama bagi kita,” pungkasnya.(Sir/And/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top