Krisis Masker, Pengelola Apotik se-Kota Malang Dikumpulkan

Pengelola apotek di Malang dikumpulkan

MALANG, SUARADATA.com-Wali Kota Malang, Sutiaji mengumpulkan perwakilan sebanyak 70 pemilik usaha apotik dan distributor obat-obatan plus pengusaha farmasi.

Kegiatan itu, dalam rangka memastikan penjualan masker dan Hand Sanitizer di Kota Malang seperti apa fakta sebenarnya.

Pengarahan dan dialog dengan Wali Kota Malang Sutiaji, didampingi Wakilnya Sofyan Edi J. Berlangsung di aula Dinas Kesehatan lantai dua, Kamis (5/3/2020).

Wali Kota Malang, Sutiaji menyampaikan, dalam rapat koordinasi tersebut banyak didapatkan informasi, jika penjualan masker di Kota Malang mengalami kelangkaan sekaligus mahal. Dari 209 apotik se Kota Malang hadir 70 apotik secara perwakilan.

“Hanya ada enam apotik yang bisa stok, itupun bertahan cukup satu bulan aja,” ucap Sutiaji.

Pada hari sebelumnya, Wali Kota Malang Sutiaji didampingi Plt. Kepala Dinkes Kota Malang Sri Winarni. Melakukan sidak secara sampling disalah satu distributor Medilab Oro-Oro Dowo. Terbukti, nihil penjualan selama dua terakhir dalam minggu ini.

Wali Kota Malang Sutiaji memastikan dan menyatakan langsung, bahwa Kota Malang mengalami krisis masker dan harganya sudah tidak sesuai semestinya. Jika memang ada unsur kesengajaan maka perbuatan ini melawan hukum (menimbun).

“Maka kami serahkan penanganannya kepada pihak Kepolisian. Ditambah lagi, jika sudah mengganggu integrasi negara maka menjadi tanggungjawab TNI,” kata mantan Wawali periode 2013 – 2018 ini.

Diharapkan, kepada semua pemilik apotik, turut serta menyelesaikan persoalan kelangkaan masker ini. Sekiranya ada barangnya jangan sampai bilang tidak ada. Tujuannya, agar tidak ada keresahan masyarakat dan harga bisa stabil kembali.

“Perlu kami tekankan juga, apotik mesti ikut membantu peredaran obat keras atau terlarang. Jangan sampai terjual secara sembarangan dan tidak mengikuti aturan,” tegasnya.

Sementara itu, salah seorang peserta sempat mengeluhkan dalam dialog itu. Peredaran obat herbal, juga patut dipantau dan diawasi secara ketat.

“Karena peredarannya sulit terkontrol, peracikannya pun harus berdasarkan latarbelakang kemampuan ilmu farmasinya,” pungkas perempuan berusia 40 tahunan ini.(Iwn/And/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top