Nama Mantan Pejabat Pemkot Malang Tercatut Sebagai Penjual

Situasi Sentra Kuliner Pulosari dan Rajekwesi berdiri di atas aset Pemkot Malang, diduga kuat ada tiga tempat usaha diperjualbelikan oleh oknum penyewa sekaligus melebar sebut nama mantan pejabat tinggi Pemkot Malang sebagai penjualnya, Senin (12/07/2021). Foto : Afd

MALANG, SUARADATA.com-Tiga tempat usaha dari jumlah 37 tempat yang tersedia ternyata berdiri di atas lahan aset milik Pemkot Malang.

Bahkan, selama 30 tahun diperuntukkan sebagai sentra kuliner di Jalan Pulosari dan Jalan Rajekwesi Kelurahan Gadingkasri, Klojen. Namun, ada dugaan kuat ternyata lokasi itu telah diperjualbelikan oleh oknum penyewa serta mantan pejabat tinggi pemkot setempat.

Informasi yang didapat terdapat jual beli aset pemkot pada 2021 ini. Namun, terungkap ke permukaan telah diperjualbelikan sebagai lanjutan bisnis. Satu contoh, di Jalan Pulosari nomor 15. Diketahui sudah berstatus sertifikat hak guna bangunan (SHGB) hingga berlaku tahun 2042 atas nama Zakaria berjualan elpiji serta usaha tour and travel.

Sedangkan, dua tempat usaha lainnya ditengarai sudah bersertifikat dan diperjualbelikan masih digali terus kebenarannya. Satu berdampingan dengan Pulosari nomor 15 dan berikutnya berada di Jalan Rajekwesi. Yakni bekas rumah makan cendana dirubah menjadi cafe serta usaha makanan minuman cepat saji.

Berikut kronologi yang berhasil dihimpun SUARADATA.com di lapangan, pada Senin (12/7/2021).

Jual beli stand kuliner Pulosari dan Rajekwesi khususnya untuk Pulosari nomor 15, kepemilikan oleh mantan Sekkota Malang berinisial Ms pada 1990 silam. Lalu dijual kepada warga Villa Puncak Tidar atas nama Soendoro seharga Rp 200 juta tanpa diketahui tahun pastinya.

Oleh Soendoro kemudian diajukan sendiri ke Pemkot Malang untuk dijadikan sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Kemudian, diatasnamakan istrinya RA Tuty Dyah Soendoro lantas diterbitkan oleh BPN Kota Malang pada 2002 silam.

Selanjutnya, oleh Soendoro dijual lagi ke warga Kota Malang bernama Rahmadi (alm) dengan harga sama Rp 200 juta. Namun, kini sudah dibalik namakan nama putranya, yakni Zakaria dengan status sama yaitu SHGB dengan masa waktu sampai tahun 2042.

Disisi lain, pertama dari pembeli bernama Soendoro menceritakan, pihaknya beli tempat usaha di Jalan Pulosari nomor 15 tersebut dari mantan pejabat Pemkot Malang bernama Ms seharga Rp 200 juta.

“Lalu saya ajukan sendiri ke pemkot untuk menjadi SHGB, namun berkas dan tahunnya serta terkait apa-apanya maaf saya sudah lupa gak hafal,” cerita dia.

Lalu pengajuan peralihan hak itu diatas namakan istri sendiri RA Tuty Dyah Soendoro. Setelah terbit sertifikatnya, pada beberapa tahun berikutnya dijual jual ke saudara Rahmadi dengan harga sama Rp 200 juta.

“Untuk tahunnya saya sudah lupa,” timpalnya.

Sementara, pihak pembeli berikutnya yakni Zakaria anak dari Rahmadi (alm) saat ditemuinya menuturkan, pihaknya membeli tempat ini sudah bentuk sertifikat (SHGB). Sehingga, pihaknya yakin ini sah secara legalitas. Tapi nilai belinya belum bisa menyebutkannya.

“SHGB pun sudah saya balik nama atas nama saya sendiri pada tahun 2019 lalu,” tutur Zakaria, Senin (12/07/2021).

“Sekiranya urusan ini akan berkepanjangan menjadi ranah hukum ya pastinya akan mengikuti aturan yang ada dan berlaku tersebut,” tambahnya.

Kepala BPN Kota Malang Sulam Samsul menegaskan, BPN Kota Malang menerbitkan sertifikat jika itu aset pemkot berdasarkan SK Walikota atas pelepasan hak. Dalam hal ini SK itu dikeluarkan oleh pemkot pada tahun 1998 silam.

“Terkait SK Walikota nomor berapa, maaf tidak bisa dikonfirmasikan,” tegas Sulam via ponselnya, Senin (12/07/2021).

Selanjutnya, Kabid Aset BKAD Kota Malang, Eko Fajar mengatakan, terkait kawasan sentra kuliner di Jalan Pulosari dan Rajekwesi, dipastikan masih terdaftar maupun tercatat resmi di neraca aset Pemkot Malang. Perihal adanya pensertifikatan oleh seseorang, pihaknya belum pegang alas dasarnya berupa SK Walikota tentang pelepasan haknya.

“Status yang ada di kami saat ini berupa SK Walikota Ijin Pemakaian (IP) tertanggal 9 Oktober 1998. Jika memang ada pelepasan tentunya pemkot akan menghapusnya dari neraca aset. Jujur kami mengakui ada kelemahan pada sistem pengarsipan maupun pengumpulan data aset,” beber Eko.(Afd/And/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top