Pemilihan Umum Merupakan Entry Point Demokrasi

Ahmad Zairudin, S.H

Oleh: Ahmad Zairudin, S.H

Pada abad ke-20, demokrasi sudah digunakan dalam sistem politik, dimana menurut Huntington, pemilihan umum merupakan entry point (Pintu Masuk) demokrasi yang memungkinkan para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh suara dan semua penduduk dewasa berhak memberikan suara. Dengan demikian demokrasi mengandung dua dimensi yakni dimensi kompetisi dan dimensi partisipasi, menurut Robert Dahl merupakan hal yang paling menentukan bagi demokrasi.

Selain kedua dimensi tersebut George Sorensen menambahkan dimensi kebebasan politik dan sipil. Kompetisi dimaksudkan adanya kesempatan yang sama bagi individu atau kelompok untuk saling bersaing dalam menempati posisi atau memperoleh akses terhadap kekuasaan melalui proses yang teratur dan tanpa kekerasan. Partisipasi dimaksudkan sebagai pelibatan sebanyak mungkin individu atau kelompok kedalam pemilihan pemimpin dan penetuan kebijakan yang dilakukan secara teratur serta tanpa menyingkirkan kelompok sosial utama.

Kebebasan sosial dan sipil merupakan jaminan terhadap kompetisi dan partisipasi yang meliputi kebebasan untuk berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berpendapat, berpolitik dan kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi.

Dari sejumlah pendapat ahli tentang demokrasi sebagaimana dikutip di atas, tampaknya bahwa demokrasi sejauh ini dipandang sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan yang memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat, baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.

Korelasi demokrasi dan pemilihan umum sebagai pintu masuk entry point merupakan pandangan yang banyak di rujuk, pemilihan umum merupakan mekanisme yang memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan berbasis pilihan publik, pelembagaan perebutan kekuasaan secara damai dan pada akhirnya memungkinkan rakyat melakukan kontrol terhadap kebijakan publi bebrbasis kepentingan rakyat, dan kekuasaan tidak berjalan diluar kewenangannya.

Huntingtn menegaskan, pemilu yang dimaksudkan bukan hanya bersifat formal prosedural, tetapi sebagai instrumen yang menanamkan prinsip-prinsip kebebasan dalam berkompetisi dan berpartisipasi untuk memilih dan dipilih.

Pemilu bukan hanya memungkinkan demokrasi menjadi operasional diakar rumput, yakni memungkinkan rakyat memilih sesuai preferensi politiknya, melainkan juga berjalannya kepemerintahan suatu negara secara legitematif, meskipun secara teoretis kontribusi pemilihan umum dalam penegakan demokrasi masih sebatas dalam wilayah prosedural.

Salah stu syarat terpenuhinya demokrasi prosedural minimalis adalah jabatan politik di duduki memalui pemilihan, adanya pemilu yang jujur dan adil, serta rotasi kekuasaan secara damai melalui kebebasan dan kontestasi publik yang fair, pelibatan substansial setiap individu dalam penyelenggaraan kekuasaan dan adanya jaminan memadai terhadap hak hak sosial dan ekonomi rakyat.

Dalam sistem politik demokrasi, kehadiran pemilu bebas dan adil (free and fair) adalah suatu keniscayaan. Bahkan negra manapun sering menjadikan pemilihan umum sebagai klaim demokrasi atas sistem politik dibangunnya. Di negara-negara berkembang pemilu seringkali tidak dapat dijadikan parameter yang akurat dalam mengukur demokrasi atau tidaknya suatu sistem politik. Karena dalam praksisnya pemilu tidak di jalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip Demokrasi.

Jeff Heynes, membedakan demokrasi dalam tiga tataran, yakni demokrasi formal (Formal Democrazy), demokrasi permukaan (Facade democrazy) dan demokrasi substantif (substantif democrazy). Demokrasi formal memang dijalankan secara teratur, bebas dan adil, namun hasil pemilu tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai oleh stabilitas ekonomi dan stabilitas politik.

Demokrasi permukaan yaitu, demokrasi seperti yang tampak dari luarnya memang demokrasi, tetapi sesungguhnya sama sekali tidk memiliki substansi demokrasi. Demokrasi seperti ini sangat cocok jika di analogikan seperti demokrasi zaman pemerintahan orde baru presiden Soeharto.

Sedangkan demokrasi substantif adalah yaitu demokrasi yang memungkinkan ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan akses informasi yang akurat dalam setiap pengambilan keputusan penting oleh penguasa. Kekluasaan yang dinamis itu tidak hanya dalam tataran demokrasi politik saja, tetapi juga demokrasi dalam sosial, demokrasi ekonomi. Model demokrasi substantif ini merupakan konsep yang menjamin terwujudnya perbaikan sendi-sendi ekonomi masyarakat.

Jika demokrasi substantif bisa diwujudkan, maka dapat dikatakan sebagai demokrasi yang berkualitas karena mampu menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Terwujudnya demokrasi substantif memang tidak mutlak tercapaik dengan dilaksanakannya pemilu yang jurdil, namun tanpa pemilu yang jurdil, Mustahi dapat terwujud demokrasi yang substantif, pemilu yang jujur dan adil memungkinkan terpilihnya representasi rakyat baik legislatif maupun eksekutif yang amanah, jujur, memahami problem masyarakat,aspiratif, populis, demokratis.

*Penulis Adalah:
Ahmad Zairudin, S.H
Program Magister Hukum (HTN) Universitar Jember (Konsentrasi Hukum Pemilu)*

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top