PENUSUKAN wiranto

PENUSUKAN

“Ada apa, Cak; tumben senyu-senyum?” Salamun menggoda Cak Wahab yang tak berhenti tersenyum sejak tiba di Warung Kopi Yu’ Djum.

Penusukan“Dapat Rejeki mendadak dari mana, ada proyek baru di sekolah, Cak?” Aku menimpali godaan Samuji. Cak Wahab tak menyauti godaan kami.

“Djum, hari ini aku yang membayar kopi mereka!” Terteriaknya kepada Yu’ Djum yang sedang sibuk melayani pembeli lain. “Apa yang membuat kepala sekolah ini begitu murah hati hari ini, sampai berniat mentraktik kami segala,” batinku.

“Tumben mentraktir, Pak Kepala?” kata Yu’ Djum sambil nyengir. Cak Wahab membalas dengan menepuk saku di dadanya.

“Sejak Pemilu berakhir, baru hari ini aku mendapatkan berita yang menggembirakan,” katanya. Kami yang sedang senang karena ditraktir minum kopi berusaha sabar menunggu Cak Wahab menuntaskan kalimatnya. “Aku senang Wiranto ditusuk orang!” Lanjutnya dengan senyum memngembang.

“Kamu manusia sakit, Wahab!” Cak Jumali menggebrak balai bambu yang kami tempati; cangkir-cangkir terbalik, kopi panas kami tumpah. Kami kaget, bukan karena tumpahan kopi, tapi karena kemarahan Cak Jumali. “Ora sudi aku menelan traktiranku!” Tak biasanya suami Yu’ Djum itu semarah ini.

Tanpa permisi, Cak Wahab langsung meninggalkan kami. Rokok Kreteknya bahkan lupa dibawanya. Dia tahu, betapa dasyatnya mulut Cak Jumali jika sudah memarahi orang; suami tukang kopi itu sanggup mempermalukan orang lain habis-habisan, entek ngamek.

“Sabar, Cak.” Cak Maskur menenangkan.

“Makne Diancuk!” Cak Jumali masih senewen. “Orang model Wahab ini tak perlu ada di masyarakat kita; bagaimana bisa dia mensyukuri kecelakaan yang ditimbulkan oleh sebuah kesengajaan?”

“Apakah model Cak Wahab itu yang disebut sel tidur terorisme, Gus?” Tanya Samuji

“Tidak juga, kebenciannya terhadap Pak Wiranto bisa karena bebagai sebab. Namun terkait kelompok radikal aku bisa cerita,” kataku sambil mengingat-ingat data yang pernah aku baca. “Pada 2015 The Pew Research Centre pernah merilis data, sekitar 10 juta warga Indonesia mendukung ISIS, sedangkan Wahid Institute menyebut 11 juta muslim Indonesia bersedia bertindak radikal.”

“Kok bisa, apa penyebabnya, Gus?”

“Data Litbang Kompas menyebutkan bahwa kelompok masyarakat terpapar radikalisme karena berbagai sebab, di antaranya; 30,2% kurang memahami agama dengan benar, 19,2% kesenjangan ekonomi, 14,0% pendidikan rendah dan sulitnya lapangan pekerjaan, dan lain-lain”

“Lha Cak Wahab itu pendidikan S2, pekerjaan bagus, tetap saja….” Salamu tak sempat menyelesaikan kalimatnya.

“Wahab itu termasuk yang 30,2%, pendidikan tinggi tapi tak belajar agama dengan benar,” Cak Jumali menyambar.

“Berarti benar kata Joker; orang jahat itu orang baik yang salah pilih tempat pangajian,” kata samuji.

“Bhuakakakakakka.”
————————————
Hanya pengen memajang foto Dik Isyana Sarasvati saja; tak lebih?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top