Jika Kelola Youtube, Santri Sebaiknya Tak Fokus Monetisasi dan Marketing Digital, Tapi Ini yang Harus Dilakukan

SURABAYA, SUARADATA.com-Dua youtuber kondang yakni M Imron Pribadi seorang Digitalpreneur dari Jember dan M Salamun pembuat konten kreator dari Malang membeberkan pengetahuan mengenai youtube saat acara Webinar Asosiasi YouTuber Santri Indonesia(AYSI), pada Sabtu (21/8/2021.

Dihadapan 99 peserta webinar mereka berdua kompak dan menyarankan YouTuber Santri hendaknya jangan fokus pada monetisasi dan marketing digital melalui YouTube. Namun, sebaiknya fokus pada dakwah digital, sedangkan monetisasi dan marketing hanya sebagai manfaat sampingan.

“Jangan fokus pada monetisasi dan marketing, tapi dakwah digital. Karena banyak warga NU yang jadi sasaran dakwah digital dari tetangga sebelah (minhum). Apalagi warga NU yang masuk pesantren itu hanya 20-30 persen. Kalau sisanya dibina ‘minhum’ akan ‘membahayakan’ NU,” kata Imron dalam webinar tersebut.

Selanjutnya, Imron setuju dengan webinar ini yang bertajuk “Strategi Marketing dan Monetisasi YouTube”. Pasalnya, saat ini kelompok “minhum” sudah menguasai media segala media. Seperti YouTube, karena itu AYSI harus masuk untuk mengambil alih dominasi itu.

“Jadi, monetisasi dan marketing itu jangan jadi tujuan. Tapi kalau niat kita untuk membantu ulama dan NU melalui dunia digital, maka monetisasi itu pasti akan kita dapatkan juga. Kalau dakwah yang kita lakukan mengikuti aturan main dari YouTube dan kita connect dengan Adsense, maka monetisasi dan marketing itu akan masuk dengan sendirinya,” ujarnya.

Menurut dia, aturan main dari YouTube itu antara lain konten yang dipublikasikan itu tematik secara fokus dalam tema tertentu. Publikasi dilakukan secara rutin atau istiqomah dengan sedikit kreativitas. Selanjutnya, tidak melalukan cara-cara ilegal. Seperti meniru gaya atau model tokoh tertentu, meniru/menjiplak channel, dan tidak membeli “subscribe”, maka monetisasi pasti akan didapat juga.

“Bahkan, kita dapat lebih, karena kita juga melakukan dakwah digital yang rahmatan lil alamin. Kalau pun tidak monetisasi, kita masih punya peluang lain yakni digital marketing dengan membantu berjualan produk pesantren atau produk organisasi/komunitas lewat YouTube,” bebernya.

Untuk “digital marketing” itu, ia mengatakan kuncinya adalah keyword/kata kunci, thumbnail/judul, dan hastag tetapi tanda pagar.

“Namun, marketing itu harus lintas platform, jangan hanya YouTube, tapi juga ke Instagram, Tiktok, Facebook, Twitter, Line, dan sebagainya,” paparnya.

Senada disampaikan, M Salamun, santri itu jangan fokus pada monetisasi, tapi niat dakwah digital saja. Jika monetasi ada cara lain, selain mengikuti aturan main YouTube, juga bisa mengikuti program YouTube. Sebab, pada tahun 2021-2022 disediakan Rp1,4 triliun untuk program short video.

Diharapkan, YouTuber Santri “menguasai” YouTube, karena kelompok minhum sangat gencar. Bahkan dirinya sebagai santri sempat terpapar dengan sejumlah ustadz NU yang justru kontra-NU. Karena mungkin mereka juga terpapar dengan kelompok di luar NU, sehingga mereka justru memecah belah NU.

“Saya pernah kena brainwash ulama NU yang kontra-NU, namun saya akhirnya disadarkan teman-teman hingga mengenal beberapa ulama NU benar-benar mengembangkan dakwah Rahmatan Lil Alamin ala Aswaja, seperti Gus Muwaffiq, KH Marzuki Mustamar, Gus Baha. Karena itu, YouTuber Santri harus fokus ke dakwah digital untuk melawan dakwah kontra-NU yang memakai orang-orang NU sendiri,” jelas Salamun yang juga anggota AYSI itu.

Tanpa fokus ke monetasi, katanya, YouTuber Santri akan tetap bisa mendapatkan monetisasi itu dengan cara-cara berdakwah yang kreatif dan rahmatan lil alamin. Misalnya membuat konten pancingan selama 1 menit sebelum konten dakwah. Lalu melakukan share konten dakwah ke medsos lainnya, serta banyak melakukan evaluasi bila ada “kegagalan” dengan solusi teknis yang bersifat digital.

“Saya siap membantu kalau ada yang mengalami kendala teknis digital,” kata Salamun yang selama ini menggarap konten digital untuk ceramah-ceramah Gus Baha’ dalam durasi pendek (10-15 menit) dan panjang (1 jam lebih), namun ia mengajukan izin terlebih dulu kepada sang kiai ahli Alquran itu.

Sementara itu, Ketua Presidium AYSI, H Helmy M Noor, mengajak YouTuber Santri untuk bersatu dalam AYSI yang saat ini sudah memiliki 1.000-an anggota. AYSI masih dalam proses mengurus legalitas ke KemenkumHAM yang masih tahap pendaftaran.

“Tapi kita harus yakin kalau kita bersatu, maka kita akan bisa menguasai dakwah digital,” katanya sembari memberikan semangat pada peserta.

Owner Cita Entertainment itu menambahkan, AYSI yang terbentuk pada Haul Emas KH Wahab Chasbullah pada 23 Juni 2021 itu masih berusia sangat muda. Namun l, sudah melakukan beberapa kegiatan untuk para youtuber santri. Diantaranya, tutorial membuat live streaming, zoom, relay, membuat konten, dan sebagainya melalui Youtube dan Instagram.

“AYSI juga sudah beberapa kali melakukan siaran langsung bersama, seperti saat Haul Emas KH Wahab Chasbullah yang di-relay 275 channel Youtube, siaran langsung ‘Indonesia Berdoa’selama 17 hari untuk mendoakan korban Covid-19 dan pasien isolasi, siaran bersama Takbir Virtual Idul Adha, siaran bersama Doa Agustusan bersama Hebritren, Wapres, dan Gus Baha’ yang di-relay 300-an channel YouTube, serta Webinar kali ini,” bebernya.

Alumni Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang menambahkan, AYSI akan melalukan “Road to Campus” yang sudah dirintis dalam dzikir dan sholawat. Mulai Universitas dr Sutomo (Unitomo) Surabaya, dan “Road to Pesantren” sebagai tindak lanjut dari Webinar Monetasi dan Marketing Digital kali ini.

“Kalau kondisi sudah agak longgar dari Pandemi, kita akan melakukan pelatihan YouTuber di pesantren yang terbagi dalam 5-7 wilayah,” tutup Alumni IPNU Jatim itu.(Di/And/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top