Pendidikan Aswaja Terhadap Kualitas Moral Generasi Muda

Kumaidi, M.Pd

Oleh:
1. Kumaidi, M.Pd
2. Firyal Tahiyyah

Program Studi: Manajemen Dakwah
Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

ABSTRAK

Pendidikan Aswaja mempunyai sumber ajaran yaitu al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Faham yang mengikuti Imam al-Asya’ri dan Imam al-Maturidi dalam bidang teologi, mengikuti salah satu dari empat madzab
(Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali) dalam bidang Fikih, dan mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghozali dalam bidang tasawuf.

Aswaja juga memilki nilai-nilai yang sangat ringan namun bermuatan. Yaitu tawasut (moderat), tawazun (berimbang), dan tasamuh (tolerasi). Akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang sangat penting, baik secara individu maupun dalam bermasyarakat. Masyarakat dan negara tergantung bagaimana keadaan akhlaknya.

Keadaan moral generasi muda dalam era digital seperti ini cukup memprihatinkan. Pengaruh negatif sangat mudah masuk di tengah kehidupan dan pemikiran generasi muda melalui media-media yang dapat diakses oleh mereka. Maka dari itu, kehadiran aswaja dalam pendidikan sangat dibutuhkan dalam memberikan pengaruh pendidikan berkarakter. Pendidikan aswaja dapat memberikan penyuluhan terhadap masyarakat berupa pendidikan ber-akhlakul karimah yang membentuk karakter generasi muda.

Kata Kunci: Pendidikan Aswaja, Moral, dan Generasi Muda

I. PENDAHULUAN

Ahlussunnah Wal Jamaah atau biasa disingkat aswaja merupakan suatu faham yang memegang teguh terhadap hadits Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Aswaja seringkali dianggap sebagai sebuah aliran, padahal aswaja hanyalah sebuah jalan pemikiran atau manhaj al-fikr yang mencakup beberapa kalangan tidak hanya khusus suatu organisasi saja. Pemikiran aswaja yang dianggap sebagai suatu aliran yang bersifat organisasi membuat pemahaman aswaja kurang diterima oleh masyarakat luas khususnya genenerasi muda.

Pendidikan aswaja menjadikan ajaran Rasulullah sebagai acuan untuk mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan yang sesuai dengan pemikiran islam. Masyarakat khususnya generasi muda perlu mendapatkan pendidikan yang tidak hanya mengembangkan pengetahuan tetapi juga pendidikan ber-akhlakul karimah. Pendidikan aswaja dapat memberikan kontribusi tersebut dengan memberikan pemahaman yang menjadikan Rosulullah menjadi suri tauladan dalam kehidupan.

Keadaan moral generasi muda dalam era digital seperti ini cukup memprihatinkan. Pengaruh negatif sangat mudah masuk di tengah kehidupan dan pemikiran generasi muda melalui media-media yang dapat diakses oleh mereka. Dengan demikian, berdampak pada kualitas akhlak yang dimiliki generasi muda semakin menurun. Hal ini ditandai dengan maraknya pemanfaatan media sosial dalam hal negatif seperti penghujatan, penyebaran hoax, pornografi, dan lain-lain.

Maka dari itu, kehadiran aswaja dalam pendidikan sangat dibutuhkan dalam memberikan pengaruh pendidikan berkarakter. Pendidikan aswaja dapat memberikan penyuluhan terhadap masyarakat berupa pendidikan ber-akhlakul karimah yang membentuk karakter generasi muda. Sehingga akan terbentuk generasi muda yang bermoral dalam bermasyarakat maupun dalam lingkup aktivitas media sosial.

II. PEMBAHASAN

A. Pendidikan Aswaja

Pemikiran Aswaja mempunyai sumber ajaran yaitu ai-Qur’an, al-Sunnah, al-Ijma’, dan Qiyas. Terdapat tiga pilar atau sebuah karekteristik dalam faham Aswaja, yaitu mengikuti paham Imam al-Asy’ari dan Imam alMaturidi dalam bidang teologi, mengikuti salah satu dari empat madzab (Hanafi,Maliki,Syafi’i dan Hanbali) dalam bidang Fikih, dan mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghozali dalam bidang tasawuf.

Selain tiga pilar, Aswaja juga memilki nilai-nilai yang sangat ringan namun bermuatan. Pertama yaitu tawasut (moderat). Dalam hal ini yang dimaksud adalah Aswaja selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem dan sangat memilih jalan tengah. Dengan pemikiran tawasut kalangan Aswaja menjadi faham yang selalu mengambil jalan tengah dan memilih sikap perdamaian.

Kedua, tawazun (berimbang). Aswaja memiliki sikap tawazun dikarenakan Aswaja sangat menghindari sikap ekstrem. Kelompok radikal disebut sebagai kelompok ekstrem karena kurang menghargai perbedaan pendapat dan tidak menelaah sebuah khazanah kehidupan. Jadi berimbang yang dimaksudkan dalam konteks tawazun adalah sikap berimbang dan harmonis dalam mengintegrasikan dan mensinergikan dalil-dalil untuk menghasilkan sebuah keputusan yang bijak.

Ketiga, tasamuh (toleransi). Sifat yang sangat memperdulikan hakekat manusia. Tak dapat dipungkiri bahwa ajaran-ajaran Islam masuk setelah manusia berinteraksi dengan banyak umat. Mereka juga sudah menjalankan kehidupan dengan cara mereka masing-masing, yang disebut dengan kebiasaan atau tradisi.
Dengan jangka waktu yang panjang dan kesepakatan penduduk maka kebiasaan tersebut telah menjadi sebuah kebudayaan. Kebudayaan sendiri menurut mereka mengandung nilai yang sangat penting dan sakral bagi setiap kehidupan mereka. Jika hal tersebut tidak dapat Aswaja hilangkan dengan alasan tidak memiliki nilai kesunnahan di dalamya maka Aswaja adalah aliran yang sangat menjunjung tinggi sikap toleransi.

Aswaja masih membiarkan dan menerima kebudayaan yang telah diciptakan masyarakat tersebut. Dengan menambahkan ajaran yang ia bawa, memasukan pada setiap kesunnahan di dalam tradisi mereka. Hal itu yang menjadikan Aswaja sangat mudah diterima oleh kalangan masyarakat awam. Dengan strategi tersebut Aswaja tidak pernah merusak nilai kebudayaan namun merubah nilai kebudayaan tersebut menjadi amalan yang ada pada ajaran Islam.

B. Moral Generasi Muda

Akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang sangat penting, baik secara individu maupun dalam bermasyarakat. Masyarakat dan negara tergantung bagaimana keadaan akhlaknya. Dalam kaitan ini pula, kita melihat bahwa tidak pernah suatu bangsa jatuh karena krisis intelektual, tetapi suatu bnga jatuh karena krisis akhlak.

Peradaban global memberikan tantangan besar bagi dunia pendidikan yang paling utama yaitu pendidikan akhlak atau tingkah laku pada diri setiap manusia. Globalisasi tak akan dapat kita pungkiri karena itu adalah bagian dari perkembangan dari masa ke masa. Dampak yang diberikan oleh globalisasi memang sangatlah besar dan sangat begitu menguntungkan. Namun jika kita perhatikan banyak juga dampak-dampak buruk yang tercipta karena globalisasi itu sendiri. Misal dampak negatif yang telah menjadi biasa di penjuru mata yaitu kemajuan teknologi dan komunikasi. Seperti dari media elektronika, informatika, da media cetak, telah membuat kehidupan generasi muda menjadi kasus yang sering dipermasalahkan, misalnya pemerkosaan, penggunaan obat-obat terlarang, serta hal-hal bermoral negatif.

Moral generasi muda adalah tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa dan agama. Pembentukan moral dapat dikaitkan dengan cara berfikir, cara menerima hal baru, dan cara menyaring hal-hal yang tentunya tidak dapat dihindari. Generasi muda sangat dijadikan acuan oleh setiap berbangsa dan beragama. Maka dari itu akhlak yang baik sangatlah wajib kita tanamkan pada diri seorang manusia terlebih kepada generasi muda penerus bangsa. Karena jika generasi muda memiliki akhlak yang buruk, maka tidak hanya dampak pribadi saja, namun juga akan terjadi keresahan masyarakat.

C. Implementasi Pendidikan Aswaja pada Generasi Muda

Melalui pendidikan, seseorang bisa mendapatkan wawasan, pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan hidup. Apa yang diperoleh dari dunia pendidikan dapat menjadi modal penting dalam menjalani kehidupan. Lebih dari itu, pendidikan sesungguhnya merupakan tabungan kekayaan di masa depan, baik kekayaan berupa finansial, intelektual, sosial, maupun kultural.

Menurut Nik Hasan, kemajuan yang bisa dicapai oleh manusia itu sifatnya tidak parsial, melainkan komprehensif. Titik pijak kemajuan tersebut adalah adanya kepedulian yang tinggi terhadap dunia pendidikan. Pendidikan menjadi media penting untuk mengantarkan seseorang memiliki karakter yang baik. Melalui pendidikan, seseorang akan mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang tinggi. Semua itu mungkin untuk diperoleh melalui kemampuan intelektual.

Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Aswaja menjadi signifikan untuk dimunculkan dan diaktualisasikan di tengan arus globalisasi yang semakin berkembang. Melalui rekontruksi nilai-nilai Aswaja yang kemudian disosialisasikan secara damai diantaranya melalui jalur pendidikan, diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap generasi muda pada ajaran Islam moderat dan Islam yang penuh kasih sayang.

Generasi muda menjadi sasaran karena salah satunya kondisi psikologis mereka belum stabil. Mereka mudah goyah kondisi psikologisnya saat berhadapan dengan dinamika kehidupan yang terus berubah. Pemikiran yang sangat mudah terpengaruh oleh arus globalisasi. Jadi pendidikan Aswaja adalah salah satu jawaban dari kekhawatiran masyarakat terhadap dampak-dampak negatif yang telah datang melalui globalisasi. Dengan adanya pendidikan Aswaja dapat menciptakan generasi muda yang bermoral baik dan memiliki batasan dalam aktivitasnya.

III. KESIMPULAN

Demikianlah Aswaja dapat diimplementasikan terhadap kualitas moral generasi muda. Dengan nilai-nilai yang ada seperti: tawasut (moderat), tawazun (berimbang), tasamuh (toleransi). Dengan sifat Aswaja yang begitu moderat menjadikan sebuah ajaran tersebut sangat mudah diterima oleh masyarakat terkhusus generasi muda.

Dampak globalisasi sendiri telah kita lihat dengan jelas, salah satunya penyalahgunaan terhadap bidang teknologi dan informasi. Seakan tidak ada batasan-batasan dalam menggunakannya. Banyaknya berita hoax yang kerap menjadikan keresahan dalam masyarakat, mudahnya mengakses sesuatu yang bersifat pornografi, terjadi penghujatan yang melebihi batas dan masih banyak lagi.

Jadi peran pendidikan Aswaja terhadap moral generasi muda sangatlah penting. Dengan itu kita harus bisa mensosialisasikannya terhadap masyarakat khususnya kepada generasi muda. Menjelaskan betapa gentingnya moral yang telah terjadi saat ini, sehingga mereka mempunyai pedoman dan moral yang baik termasuk dalam penggunaan akses media yang sangat mudah mempengaruhi dan membawa dampak buruk terhadap akhlak. Karena moral adalah salah satu tantangan terberat di era globalisasi ini.

DAFTAR RUJUKAN

Maimunah, Binti. 2009. Tradisi Intelektual Santri. Yogyakarta: Teras.
Naim, Ngainun. 2015. Pengembangan Pendidikan Aswaja sebagai Strategi Deradikalisasi. Jurnal Walisongo, 23(1), 69-88.
Qomar, Mujamil. 2014. Implementasi Aswaja dalam Prespektif NU di Tengah Kehidupan Masyarakat. Jurnal Kontemplasi, 2(1), 161-182.
Wahyudin, Didin. 2017. Pendidikan Aswaja sebagai Upaya Menangkal Radikalisme. Jurnal Pendidikan Aswaja, 17(2), 291-314.
Zainudin. 2013. Pendidikan Akhlak Generasi Muda. Jurnal Ta’allum, 1(1), 85-97.

3 komentar untuk “Pendidikan Aswaja Terhadap Kualitas Moral Generasi Muda”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top