Memimpikan Sistem Pengawasan Pemilu yang Terintegrasi Antar Badan Penyelenggara, Mungkinkah ???

Oleh: Sakdulah
(Anggota PPS Desa Tanjungsari, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang)

SUARADATA.com-Seperti yang telah kita ketahui bersama, dua lembaga yang menjadi ujung tombak penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) yaitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki tugas yang tak mudah.

KPU yang berkutat diteknis penyelenggaraan pesta demokrasi di negeri ini, harus memastikan semua warga negara yang memiliki hak untuk memilih atau dipilih terfasilitasi dalam perhelatan pemilihan. Pun demikian halnya dengan Bawaslu. Sebagai badan yang memiliki tugas pokok dan fungsi utama dalam hal pengawasan, Bawaslu harus turut serta ambil bagian untuk memastikan tidak adanya kecurangan yang terjadi di seluruh level penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan.

Maka, bukan sebuah hal yang aneh ketika di tataran akar rumput. Kita akan menyaksikan kolaborasi dua lembaga ini dalam rangka penciptaan data lapangan yang valid. Terkadang kita juga menyaksikan kedua lembaga ini bersitegang ketika membahas sebuah temuan. Namun, karena semuanya demi kepentingan bangsa yang jauh lebih besar, maka ketegangan yang terjadi itupun akan terselesaikan dengan baik dan tak ubahnya hanya sebagai pemanis belaka dalam khazanah perpemiluan di negara ini.

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Bawaslu sendiri setidaknya memiliki 13 tugas utama yang dimulai dari menyusun standar tata laksana pengawasan, melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran, hingga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan KPU. Dari tugas-tugas yang dijabarkan tersebut, titik fokus dari tugas Bawaslu sendiri berkisar pada pengawasan di lapangan. Terlebih lagi, semua temuan dan potensi terjadinya pelanggaran dipastikan terjadi di lapangan yang juga menjadi area tugas dari KPU.

Sehingga, tak berlebihan jika kita pada akhirnya mengharapkan Bawaslu memiliki sebuah system pengawasan yang terintegrasi dengan data-data yang dimiliki oleh KPU. Pastinya guna meminimalisir terciptanya kesalahan yang mungkin saja memiliki potensi untuk menjadi pelanggaran dan kecurangan pemilu kedepannya. Memang, beberapa waktu lalu Badan Pengawas Pemilu, melalui ketuanya Rahmat Bagja merilis beberapa aplikasi yang diperuntukkan menunjang kinerja Bawaslu seperti Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS), Sistem Informasi Penanganan Pelanggaran (Sigap Lapor) dan Sistem Informasi Pengawasan Pemilu (Siwaslu). Namun, perlu digaris bawahi, aplikasi-aplikasi tersebut belum sepenuhnya berjalan optimal. Karena beragam faktor yang terjadi di lapangan, baik yang bersifat teknis ataupun yang berkaitan dengan SDM.

Jika dilihat dari grand design yang ingin di capai oleh Bawaslu, pengadaan system pengawasan digital tersebut sejatinya sangatlah mulia. SIPS, Sigap Lapor dan Siwaslu, Bawaslu menginginkan terciptanya ruang bersama yang menjadi wadah seluruh lapisan masyarakat untuk ikut terlibat dalam pengawasan pemilu di dunia digital. Sebuah hal yang pasti akan membutuhkan banyak sumber daya, baik itu materil maupun SDM untuk membuatnya terealisasi dan nyata.

Namun jika proses pengawasan tersebut bisa diringkas, mungkin kita bisa memikirkan sebuah hal yang sedikit out of the box. Dengan cara mengintegrasikan system pengawasan yang dimiliki oleh Bawaslu dengan data hasil pemutakhiran yang dimiliki oleh KPU. Iya, memang hal ini sedikit aneh, mengingat antara Bawaslu dan KPU sendiri seperti terdikotomi dengan tugasnya masing-masing di lapangan. Namun, jika berkaitan dengan kepentingan berbangsa yang lebih besar, mengapa hal ini tak dicoba?.

Seperti misal, KPU sendiri telah meluncurkan aplikasi e-Coklit untuk menunjang kinerja Pantarlih di lapangan. Sehingga, tak ada salahnya jika Bawaslu pun meluncurkan aplikasi serupa yang dibekalkan kepada para Panwasdes setempat, dengan data yang terintegrasi dengan milik KPU. Dengan asumsi panwasdes adalah warga setempat dan memiliki pengetahuan yang cukup di bidang perwilayahan dan kependudukan setempat. Oleh sebab itu, etiap data yang dimutakhirkan oleh Pantarlih bisa segera terpantau pula oleh panwasdes.

Jika hal ini terjadi maka bukan tak mungkin potensi-potensi kecurangan yang bisa saja terjadi kedepannya akan segera tertangkal di tataran bawah. Karena gerak cepat tantara Panwasdes dan Panitia Penyelenggara Pemilihan Umum di wilayah setempat. Bukankah ini menjadi sebuah solusi yang dini untuk mengatasi temuan-temuan yang terjadi di lapangan dan meminimalisir perselisihan yang berlarut-larut?.

Kemudian yang menjadi pertanyaan besar adalah, apakah hal itu bisa terjadi? Mengingat dikotomi tugas yang diemban oleh KPU dan Bawaslu?. Jawabannya tentu kembali ke kepentingan ke depan, jika KPU dan Bawaslu berorientasi pada kepentingan yang lebih besar. Maka hal itu pasti akan lebih mudah untuk terealisasi. Jadi, tak ada salahnya bukan, jika saat ini kita memimpikan sebuah system pengawasan Pemilu yang terintegrasi baik itu internal Bawaslu, maupun terintegrasi antara Bawaslu dan KPU.
Sekarang bermimpi dulu, kedepannya semoga saja menjadi kenyataan.

Merdeka !!!!!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top