SELASA BERKEBAYA : MEREBUT RUANG PUBLIK!

Fashion tak melulu tentang pakaian. Fashion juga bisa tentang: makanan, pakaian, cara berjalan, tata rabut, dll. Fashion sendiri dipahami sebagai gaya yang diterima atau digunakan oleh sekelompok orang pada waktu tertentu (Troxell dan Stone dalam “Fashion Merchandising”). Sedangkan gaya (style) adalah karakteristik yang merepresentasikan sesuatu; budaya, bangsa, etnik, agama, kekuasaan formal, dll.

Dulu di Assyria, hanya perempuan-perempuan bangsawan dan para budak perempuan pengiringnya yang diwajibkan berjilbab (Fadwa El Guindi dalam “Jilbab: Kesalehan, Kesopanan, dan Perlawanan”). Di Sumeria, jilbab hanya dikenakan para perempuan penghuni tempat prostitusi, untuk membedakan dengan para perempuan biarawati yang berada di kuil (Muazzez Ilmiye Cig dalam “My Reactions as a Citizen”). Siapa yang menentukan seseorang mengenakan “apa” pada waktu itu? Penguasa! Gaya berpakaian saat itu merepresentasikan kekuasaan formal/negara. Sejumlah negara-negara di Timur Tengah yang masih mewarisi kebiasaan itu; negara menentukan gaya berpakaian warganya.

SELASA BERKEBAYA MEREBUT RUANG PUBLIK

Di negara demokratis seperti Indonesia, gaya berpakaian ditentukan oleh industri mode, entertainment, dan media massa. Industri mode memanfaatkan dunia entertainment (aktris/actor/ustadz/ustadzah), dan media massa (daring dan luring) untuk memasarkan produk barunya. Tali-temali pemasaran produk tersebut kemudian diberikan lebel agama! Maka tak pelak lagi gaya berpakaian yang berbasis budaya, bangsa, dan etnik pelan-pelan terkikis; mereka tersingkir dan kalah pamor.

Upaya kecil-kecil untuk melawan hegemoni industri mode berlebel agama mulai bermunculan; salah satunya adalah “Selasa Berkebaya.” Gerakan ini boleh dimaknai sebagai “upaya merebut ruang publik berpakaian” untuk dikembalikan merepresentasi budaya, etnik, dan identitas keindonesiaan; kembali menjadi fashion di tanah sendiri!

Apakah akan berhasil? Kalau tak pernah dicoba, Anda tak akan pernah tahu berhasil atau tidak. Percayalah, jika gerakan ini berhasil; industri mode, dunia entertainment/infotainment, dan media massa akan segera berbalik haluan. Bagi mereka “idealisme” hanya salah satu cara untuk mendatangkan keuntungan!
—————————————-

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top