Akankah MK Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup?

Belakangan ini publik dihebohkan dengan kabar bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal MK belum memastikan atau belum menjadwalkan sidang pembacaan putusan terkait sistem Pemilu Tahun 2024 mendatang.

Kabar bocornya putusan MK terkait sistem pemilu ini diutarakan pakar hukum Denny Indrayana. Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengklaim mendapatkan informasi, bahwa MK memutuskan untuk mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Bak petir menyambar di siang bolong. Sontak pernyataan tersebut menuai beragam tanggapan dan reaksi dari elit politik maupun pengamat nomor wahid negeri ini. Tentu penyataan Denny Indrayana seakan menampar para politikus negeri ini dan membuat berbagai argumentasi mengarah ke dirinya.

Banyak yang menilai pengacara kondang itu hanya mengada-ada karena tanpa didasari dengan bukti-bukti nyata. Meski begitu, tak sedikit pula yang mendukung pernyataan pengacara kondang itu. Bahkan, ada yang menilai MK telah mendapat intervensi dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari tak banyak mengomentari pernyataan Denny Indrayana dan masih fokus pada peraturan yang berlaku dalam menjalankan tahapan Pemilu 2024.

Sebagai lembaga yang bertugas menyelenggarakan pemilu, tentunya KPU harus lebih fokus dengan tahapan yang sedang berjalan dan telah disusun sesuai peraturan perundang-undangan. Namun, jika putusan MK nanti mengubah sistem pemilu, KPU harus menyesuaikan seluruh tahapan dan menyusun ulang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wacana mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup mencuat ketika enam orang yaitu: Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono mengajukan judicial review atas beberapa pasal di Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Termasuk salah satu poin yang diuji adalah sistem pemilu.

Sebenarnya, bangsa ini pernah memiliki pengalaman menggunakan sistem proporsional tertutup. Tepatnya era Orde Baru pada pemilu tahun 1971 sampai tahun 1999. Sistem proporsional tertutup (closed list PR) merupakan mekanisme pemilihan oleh rakyat dengan cara memilih logo partai. Sistem kerjanya, suara partai untuk kesempatan pertama diberikan kepada calon legislatif (caleg) nomor urut teratas.

Benarkah isu bocornya putusan MK yang akan mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup alias coblos partai. Atau mungkin kabar itu hanya angin lalu dan MK menolak gugatan keenam orang tersebut sehingga tetap mempertahankan sistem pemilu dengan proporsional terbuka yang telah kita jalankan sejak pemilu tahun 2004 atau semenjak era reformasi.

Sampai saat ini belum ada pakar hukum atau politikus yang memastikan hanya salah satu sistem pemilu yang paling cocok diterapkan di nagara ini. Sebab, setiap sistem pemilu baik dengan proporsional terbuka maupun proporsional tertutup memiliki kelebihan dan kekeluargaannya masing-masing.

Apapun sistem pemilu yang nanti akan diputuskan oleh MK, setiap warga negara harus bersikap bijak dan mematuhinya. Tentunya, rakyatlah yang pasti akan dirugikan jika sistem pemilu selalu berubah-ubah.

Kita kembalikan kepada MK yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengkaji Undang-undang. Semoga MK masih memegang teguh independensinya dan terbebas intervensi dari pihak manapun. Sehingga, putusan yang diambil sesuai dengan hati nurani para hakim MK.(*)

Penulis: Gunawan Wihandono

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top