Isu Diskriminasi Tak Berlaku di Tuban

M Fatoni

Penulis: M Fatoni

Ditengah merebaknya isu diskriminasi antar etnis yang belakangan ini santer berhembus di Indonesia. Bahkan, memicu perselisihan hingga pengusiran.

Orang komentar sana-sini, yang bising di telinga saya adalah katanya Indonesia diujung kehancuran karena saling perang antar saudara. Saya mencoba bertanya pada hati, apa iya masyarakat Indonesia se-bringas itu?

Saya amati lingkungan di daerah saya, ternyata tidaklah separah itu. Saya optimis, masyarakat Indonesia lebih banyak yang bijak. Lihat saja di daerah saya, Tuban, masyarakatnya sangat plural. Meski gaya bahasanya keras, tak selembut masyarakat Jateng. Terkesan cuek.

Namun, perlu anda ketahui. Di Tuban masyarakatnya sangat heterogen. Seluruh pemeluk agama saling hidup rukun tanpa menggembar-gemborkan sikap tolerannya kayak para selebriti politisi yang merasa dirinya paling toleran.

Buktinya, di Tuban, ada Masjid yang berdampingan dengan gereja di tengah pemukiman.

Di pusat kota malah ada Masjid Agung (di sebelah barat Alun-alun), tak jauh ada klenteng, di belakang klenteng ada gereja. Satu kompleks dengan Pantai Boom (baca bum, bukan bom).

Masyarakat menganggapnya lumrah dan hal itu sudah biasa. Tak menganggap gereja sebagai masalah. Meski berdampingan dengan Masjid. Kalaupun toh tak ada hukum yang mengatur atau tak ada yang namanya negara sekalipun.

Saya yakin mereka akan tetap saling mengamankan satu sama lain. Karena yang mereka tau, mereka sama-sama manusia. “Nek ora gelem didulit, ojo ndulit”. Itulah prinsip masyarakat Tuban. Kalau di-Indonesia-kan kurang lebih begini maknanya. “Kalau tak mau disenggol, jangan nyenggol”.

Tak hanya itu, bahkan di salah satu klenteng yang terkenal, “Kwan Sing Bio” namanya. Bersimbol kepiting di pintu masuknya. Yang ada patung Kongco setinggi 30,4 m. Patung tersebut merupakan patung tertinggi se-Asia Tenggara. Namun bukan patung tersebut yang menarik perhatian. Yang menarik perhatian adalah didalam klenteng tersebut ada Mushollanya. Anda boleh tidak percaya, namun ini benar adanya.

Musholla itu tepat di depan patung Kongco, lengkap dengan tempat wudlu dan toiletnya yang terintegrasi. Ada mukenanya. Ada batas sucinya. Pun juga ada kalimat akan kebesaran Allah.

Anda tak yakin itu nyata? Silahkan berkunjung ke Tuban. Saya malah menyarankan untuk pindah Tuban saja. Biar anda bisa merasakan ental, ampo, legen.

Soal toleransi? Kemungkinan anda akan lupa, karena nantinya anda akan terbiasa dengan sikap masyarakat Tuban yang tak menganggap toleransi itu ada. Kok bisa begitu? Karena dihati mereka tak merasa ada perbedaan. Cuek.(*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top