Pedagang di Kota Malang Sepakat Tolak Terkait RTH

Seorang pedagang Pulosari dan Rajekwesi ketika menunjukkan drainase menyempit di lingkungannya kepada Arif Wahyudi, anggota DPRD Kota Malang Dapil Klojen, Minggu (20/06/2021). Foto : Afd

MALANG, SUARADATA.com-Wacana pemerintah kota (Pemkot) Malang merubah tempat kuliner di Jalan Pulosari dan Jalan Rajekwesi Kelurahan Gadingkasri, Klojen menjadi kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ternyata ditolak serta dikeluhkan oleh 35 pedagang setempat.

Keluhan dan penolakan wacana RTH dari 35 pedagang kuliner Pulosari dan Rajekwesi, diutarakan oleh pedagang Friedchicken ITB yakni Suwaji.

“Kami sepakat menolak wacana tersebut. Sebab penempatan usaha kuliner di sini juga atas perintah dan persetujuan Wali Kota Malang era Soesamto pada 1989 silam. Dan resmi ditempati pada 1990, kita para pedagang pun membayar perbulan waktu itu sekitar Rp 60 ribu jika tidak salah selama tiga tahun lamanya,” ungkap Suwaji.

Pria penjual ayam goreng ini menandaskan, usaha kuliner di sini dirintis selama 31 tahun dan sudah menjadi ikon kuliner di Kota Malang.

“Kami bersama pedagang lainnya sanggup membantu peningkatan irigasinya. Dengan catatan usaha kuliner milik kami tidak di utak-atik untuk keberadaannya atau menggusur maupun memindahnya,” tandas dia.

Adanya wacana pemkot seperti itu, terpaksa membuat pedagang menyampaikan kepada DPRD Kota Malang. Utamanya Dapil Klojen agar aspirasinya bisa terkawal dengan baik dan aman. Selanjutnya tersampaikan kepada Wali Kota Sutiaji.

“Sudah 6 tahun berjalan, kami tidak diperkenankan membayar atau memperpanjang surat sewa pakainya,” bebernya.

Suwaji mengaku pihaknya sejauh ini membayar retribusi sewa sebesar Rp 120 ribu. Setiap pedagang memiliki keluasan yang berbeda, sehingga pembayaran retribusi sewanya pun berbeda.

“Kami meminta kepada Pemkot, agar membatalkan atau mengurungkan kebijakannya. Sebaliknya, bila perlu tempat kuliner diresmikan sekaligus dikembangkan,” pinta Suwaji diamini pedagang lainnya.

Sementara, Arif Wahyudi menegaskan,”Pemkot Malang hendaknya lebih fokus pada penataan serta peningkatan jalur irigasi (drainase). Terpantau di lokasi irigasi peninggalan jaman belanda itu butuh peningkatan. Diyakini tidak perlu menyentuh pada penggusuran PKL Pulosari dan Rajekwesi untuk menjadi RTH.

“Apa yang dikeluhkan pedagang kepada DPRD, sudah barang tentu ditampung aspirasinya. Mereka selama ini mengadu keberuntungan nasibnya di sana sudah 30 tahun lebih. Kini mereka resah gelisah setelah mengetahui wacana pemkot, apalagi saat ini pandemi covid-19. Setidaknya Pemkot menjauhkan diri dari berpolemik,” tandasnya.

Perda nomor 2 tahun 2006 sendiri menyebutkan, kawasan Pulosari dan Rajekwesi adalah diperbolehkan untuk kawasan perdagangan. Kendati pada gambar RDTR kawasan Kota Malang bagian tengah dijelaskan adanya saluran air.

“Kami berkeyakinan, para pedagang kuliner sanggup membantu pemkot untuk peningkatan irigasi, jika dirangkul,” cetusnya.

Pihaknya berharap, pemkot mengkaji lagi kebijakannya soal rencananya menjadikan RTH secara totalitas. Selanjutnya, lebih setuju usaha kuliner tetap berjalan seperti biasanya, dan peningkatan irigasi wajib dilakukan.

“Sehingga pendapatan lewat retribusi sewa selama 6 tahunan sempat hilang, bisa masuk kembali sekaligus para pedagang lebih tenang dan tidak berpolemik,” pungkasnya.(Afd/And/red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top