Warga Bareng Tolak Hotel Rado Dijadikan Safe House Covid-19

Anggota DPRD Kota Malang yakni Arif Wahyudi dari F-PKB bersama Rimzah F-Gerindra. saat hadir dan memberikan tanggapannya di rapat koordinasi sosialisasi Pemkot dengan warga RW 4 Bareng, di Balai RW setempat, Jumat (23/07/2021). Foto : Afd

MALANG, SUARADATA.com-Warga RW 4 Kelurahan Bareng Kecamatan Klojen Kota Malang yang berjumlah penduduk 1.800 jiwa atau 500 KK sepakat menolak keinginan Pemeritah kota (Pemkot) Malang menjadikan Hotel Rado Syariah milik Dadik Widodo ada di wilayahnya sebagai Safe House Covid-19.

Penolakan itu terungkap pada rapat koordinasi. Sekaligus sosialisasi antara warga RW 4 dengan pemkot diwakili Kadinkes, Camat dan Kabag Pemerintahan serta disaksikan dua anggota DPRD Kota Malang, Rimzah dan Arif Wahyudi bertempat di Balai RW 4, Jumat (23/7/2021).

Ketua RW 4 Bareng, Riski Firdaus menegaskan, warga RW 4 Bareng sebesar 93 persen menolak rencana pemkot tersebut. Alasannya khawatir dampak psikis merasa tidak aman dan nyaman. Mengingat warga sendiri di RT 1, 4, 6 dan 7 total 15 orang terpapar covid-19 tengah isoman. Sedangkan, 4 RT di RW 4 Bareng berstatus zona kuning.

“Sebelum rapat pertemuan ini digelar, kami diminta oleh pemkot untuk melakukan maping atau survey seperti apa pendapat warga untuk pemanfaatan hotel Rado sebagai Safe House Covid-19. Kendati hanya lewat aplikasi WhatsApp 93 persen menolak, saya pun yakin jika dilakukan manual sebanyak 500 KK atau 1.800 orang sepakati menolak,” tandasnya.

Disinggung manakala pemkot tetap menjadikan Hotel Rado sebagai Safe House. Riski mengatakan, warga menilai ini bentuk pemaksaan kehendak atas keinginannya itu.

“Ya seolah memaksa kehendak kami,” timpalnya.

Ditempat sama, Wakil Ketua DPRD Kota Malang dari Fraksi Gerindra yakni Rimzah menuturkan, sebelumnya DPRD telah mendapatkan informasi adanya rapat koordinasi desas desus Hotel Rado di RW 4 Bareng mau dijadikan Safe House oleh pemkot. Tapi faktanya diketahui bahwa warga menolak akan hal tersebut.

“Kami pun sempat menawarkan kepada pemkot agar gedung DPRD bisa dimanfaatkannya sekiranya urgency,” ujarnya saat hadir diacara rapat.

DPRD pun meminta kepada pemkot bisa berkomunikasi, edukasi dan sosialiasi tanpa menimbulkan gejolak atau keresahan di masyarakat.

“Ya sebaiknya menangkap adanya miskomunikasi pada edukasi dan sosialiasinya,” tambah Rimzah.

Berikutnya, kata Sekretaris Komisi B DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi lebih tegas lagi dalam menyikapi rencana pemkot tersebut. Disebutkan, aset pemkot lebih banyak untuk dimanfaatkan sebagai safe house.

“Ia mencontohkannya, gedung kartini kalo mau digunakannya dimanfaatkan. Kenapa mesti repot-repot memilih hotel, apalagi hotel tersebut bersinggungan langsung di tengah masyarakat,” tegas dia.

Kembali Arif mencetuskan, pemanfaatan aset pemkot sebaiknya bisa dimanfaatkan asalkan ada kemauan dan keseriusannya. Karena melihat pemanfaatan Hotel Rado tidak layak dijadikan Safe House secara keseluruhan. Semisal, sisi parkir dan pelintasan lalu lalang kurang memadai.

“Kami meminta pemkot untuk tidak mencari enaknya sendiri, manfaatkanlah aset yang ada dan tidak harus berkomunikasi langsung dengan masyarakat. Jangan sampai terjadi ada kontrak – kontrak khusus dengan hotel. Mengingat gedung milik UB rencananya dijadikan safe house pun juga belum disentuh,” ujarnya.

DPRD Kota Malang sendiri mengalihkan anggarannya senilai hampir Rp 15 miliar untuk memenuhi kebutuhan penanganan covid-19.

“Karena kondisi masyarakat sangat membutuhkan safe house,” pungkasnya.

Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji menyampaikan, penolakan dari masyarakat pihaknya menilai lucu. Kondisi saat ini sudah berbicara kemanusiaan bukan lainnya.

“Masa iya ada saudara kita menjerit-jerit lagi kesakitan dibiarkan saja. Sehingga penolakan tersebut dinilainya menjadi kendala sosial,” terang Sutiaji.

Masyarakat hendaknya bisa memahami, bahwa penempatan korban covid-19 di Safe House (Hotel Rado) tersebut adalah kondisi recovery (pemulihan). Jika dihitung sekitaran dua atau tiga hari saja lalu dipulangkan bukan proses pengobatan.

“Sebab, proses pengobatan covid ringan dilakukan di BPSDM Jalan Kawi bukan di Safe House itu,” pungkasnya.(Afd/And/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top